Tiong Bahru awalnya merupakan areal perkuburan yang terletak di dataran tinggi Singapura.
Sejak tahun 60-an wajahnya berubah menjadi areal perumahan bergaya art deco yang dipertahankan hingga kini.
Karena keunikan gaya arstitektur tak mengherankan beberapa rumah berubah fungsi menjadi, kafe, resto, toko dan butik cantik.
Kawasan ini juga menjadi komunitas masyarakat pecinta seni tak mengherankan beberapa klub yang berkaitan dengan aktivitas seni tumbuh subur.
Saat melewati sebuah rumah, saya dan rekan saya Cahaya tertegun melihat buku-buku ditumpukan di depan pintu.
Sepenggal pesan tertulis bahwa buku-buku ini gratis dan silakan pejalan kaki mengambil sesuai kebutuhan.
Kami tergoda lalu melihat beberapa buku yang kebanyakan novel berbahasa asing.
Wah lumayan nih buat bacaaan di jalan, celoteh Cahaya.
Dia mengambil sebuah novel berbahasa inggris sedangkan saya mengambil buku traveling bertajuk Lonely Planet.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger Danan Wahyu Sumirat. Konten telah tayang di Kompasiana.com dengan judul Mengadopsi Buku di Jalanan Tiong Bahru https://www.kompasiana.com/dananwahyu/669efc0ac925c43d5d15b884/mengadopsi-buku-di-jalanan-tiong-bahru